-->

Kekecewaan merupakan reaksi atas ketidaksesuaian antara harapan, keinginan dengan kenyataan. Rasa kecewa bisa disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari hal-hal yang kelihatannya sangat biasa, menjadi besar dan akhirnya menyiksa perasaan. Faktor penyebab utama timbulnya kekecewaan ialah karena target yang kita tentukan terhadap sesuatu atau seseorang tidak terpenuhi, sehingga seringkali kita ingin menyalahkan sesuatu atau menghakimi orang lain.
A.    SEBAB-SEBAB KEKECEWAAN
Tidak ada asap kalau tidak ada api. Kekecewaan dapat muncul karena ada keinginan yang tidak terpenuhi, tak terpuaskan. Kecewa yang kita bicarakan adalah kecewa di jalan da’wah. Kekecewaan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, dan penyebab kekecewaan yang seringkali terjadi adalah:
-          Pertama, kekecewaan aktivis karena jengah melihat jurang yang dalam antara idealisme dan realitas, antara ilmu dan amal. Sebagai contoh, sang aktivis membaca shirah nabawiyah yang di dalamnya dikisahkan bagaimana indahnya ukhuwah sang nabi dan para sahabat, pun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa, “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.” Tapi realitanya, ukhuwah itu tidak ia dapatkan di lapangan, justru sebaliknya.
-          Kedua, kekecewaan akitivis yang lebih dilandasi hawa nafsu dan tipu daya syetan, karena tidak tercapainya ambisi pribadi. Contoh ambisi pribadi itu adalah, ingin menjadi pemimpin, ingin kata-katanya selalu didengar, ingin pendapatnya harus diterima, pun tidak mau menerima nasehat dari yang ia anggap “lebih rendah” dan merasa diri paling berjasa dengan motto, “Kalau bukan karena ane, ngga bakal jalan da’wah ini.”
-          Ketiga, kekecewaan aktivis karena tidak puas dengan kebijakan-kebijakan qiyadah (pemimpin), keputusan syuro, kondisi da’wah yang selalu dibebankan padanya dan manajemen lembaga da’wah.
Feed Back Positif dan Negatif
Tak ada manusia yang tak pernah kecewa karena sesungguhnya kecewa itu manusiawi. Hanya saja, feed back dari kekecewaan itu berbeda pada diri setiap orang. Ada orang-orang yang mampu mengatasi dan mengubah kekecewaan itu dengan energi positif yang konstruktif, namun ada juga orang-orang yang tidak mampu mengatasinya karena lebih didominasi energi negatif yang desdruktif.
Kekecewaan tak lagi syar’i bila didasari hawa nafsu, dan bukan atas dasar kebenaran (al haq). Tak lagi rasional bila kemudian berubah menjadi kedengkian dan kebencian yang menghancurkan diri sendiri dan memporak-porandakan teman-teman di sekelilingnya, menjadi duri dalam daging. Maka motto yang sebaiknya ada dalam diri kita adalah, “Jangan terlalu banyak menuntut, jadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain.”
Sejatinya, hidup itu selalu bersinggungan dengan masalah, ketidaksesuaian dan kekecewaan juga merupakan masalah. Ketika kita berharap kepada apa pun dan siapa pun, bersiaplah untuk kecewa karena kemungkinan harapan tidak sesuai kenyataan itu selalu ada dan setiap orang pasti pernah mengalami kekecewaan. Melampiaskan rasa kecewa, semua orang pasti bisa melakukannya. Namun, mengatasi, mengantisipasi dan menyikapi rasa kecewa,  siapkah kita?Kesiapan kita menghadapi kemungkinan gagal merupakan salah satu indikasi kesiapan kita menghadapi kekecewaan. Tapi jika kita terlanjur dikecewakan ada beberapa hal yang patut kita renungi, kita resapi dengan kejujuran hati dan kita lepaskan dengan keikhlasan. Sekecil apa pun, seberat apa pun, kecewa itu harus diatasi, disembuhkan dan dihilangkan karena itu akan menjadi ganjalan perasaan yang dapat mempengaruhi kesehatan fisik juga psikis kita.
B.     CARA MENGATASI KEKECEWAAN
Kekcewaan yang tersimpan, mendalam dan terpendam dapat menumbuhkan dendam dan penyakit kronik (Naudzubillah min dzaalik). Karena itu, kematangan spiritualitas, kecerdasan emosi, serta keterbukaan pikiran diperlukan untuk mengelola rasa kecewa. Tips berikut dapat membantu mengatasi rasa kecewa.
1.      Keluarkan uneg-uneg dengan curhat kepada orang yang paling membuat kita nyaman dan bisa dipercaya.
Sahabat, keluarga atau seorang profesional yang bertanggung jawab terhadap kode etik profesinya. Mencurahkan perasaan dengan ngobrol merupakan salah satu cara berkomunikasi yang baik untuk mendapatkan pencerahan atas masalah yang kita hadapi. Masalah yang kita anggap berat kadang-kadang bisa dipecahkan dengan sharing pikiran dan perasaan dengan orang lain. Sudut pandang yang berbeda tentang sebuah masalah, saran dan masukan orang lain bisa menjadi alternatif penyelesaian. Paling tidak, beban yang kita rasa berat bisa berkurang dengan adanya orang yang mau mendengar curhat kita. Berkaitan dengan hal ini, konsultasi psikologis, mengikuti kajian rohani, berpartisipasi dalam kegiatan sosial atau menyibukkan diri dengan kegiatan hobi yang positif bisa menjadi alternatif pemecahan sekaligus membantu membuang energi negatif dari rasa kecewa kita.
2.      Menumpahkan segenap perasaan dengan menulis.
Umumnya menulis diary. Hal ini tentu sangat membantu menyalurkan perasaan bagi para pribadi yang terkategori tertutup. Menulis bisa membebaskan diri dari tekanan yang memenuhi perasaan dan pikiran karena kita mampu menuliskan detail perasaan dan pikiran kita, secara bebas, tanpa takut diketahui orang lain, sehingga perlahan-lahan akan timbul kelegaan, pencerahan dan di lain waktu menjadi inspirasi untuk mencari sumber masalahnya hingga penyelesaiannya. Dalam sebuah penelitian, seorang ahli saraf  Universitas California, Dr. Mathew Lieberman menyatakan bahwa mengekspresikan perasaan lewat tulisan merupakan pengaturan emosi yang tanpa disengaja, terutama dalam keadaan sulit. Menurut penelitiannya terhadap 30 kinerja otak pasiennya, menulis akan mengurangi aktivitas amygdala (bagian otak yang terhubung dengan emosi dan ketakutan), serta akan meningkatkan aktivitas bagian depan korteks (pengatur pikiran), sehingga menulis akan mengurangi tekanan pada otak dan menjaga keseimbangan mental. Menulislah untuk mencurahkan perasaan, kemudian menulislah untuk melupakan, dan lanjutkanlah menulis untuk mencari penyelesaian. Diary atau buku harian bisa menjadi acuan untuk memotivasi diri menyelesaiakan masalah, termasuk kekecewaan. Kita dapat mengambil sisi yang sesuai dari permasalahan yang berhasil siselesaikan di masa lalu. Memang, satu solusi tidak akan menyelesaikan setiap masalah, tetapi paling tidak kita bisa mengambil strategi pengambilan keputusan di saat itu untuk dijadikan acuan di saat menghadapai masalah yang sekarang.
3.      Rekreasikan hati dan pikiran kita dengan kegiatan yang bisa membuat kita rileks dan fun.
Kekecewaan yang dalam tidak dapat dihilangkan secara instan, apalagi jika kita tergolong orang yang gemar memelihara luka. Diperlukan pengalihan perhatian yang bersifat positif, menyenangkan, melupakan, bahkan lama-lama bisa menyembuhkan. Carilah kegiatan yang bisa merelaksasikan pikiran, membuat kita tenang dan senang. Misalnya menekuni hobi, mencari suasana baru dengan rekreasi ke tempat favorit atau ke tempat-tempat wisata yang menenangkan, berolahraga, mengisi TTS , membaca  buku-buku yang bermanfaat atau bermain catur yang bisa menjadi gizi buat otak kita juga. Relaksasi bisa mengembalikan energi posititf yang dapat mengembalikan kesegaran pikiran juga mengurangi tekanan beban perasaan.
4.      Bersabar, belajar untuk ikhlas dan memaafkan.
Melakukan ketiga hal ini memang tak semudah melakukannya. Namun, hidup dan hati kita juga perlu dituntun dan dituntut untuk menjalani yang terbaik, berdamai dengan kenyataan. Dengan ketiga hal ini, kita juga bisa mulai berpikir jernih sekaligus berintrospeksi. Mungkin saja kekecewaan yang kita rasakan merupakan akibat dari terlalu besarnya tuntutan kita terhadap orang lain, sehingga orang lain tidak mampu memenuhinya. Bisa saja kita kecewa karena terlalu muluknya harapan kita terhadap sesuatu, sehingga seringkali kita merasa terpukul ketika harapan tidak sesuai dengan kenyataan, menyalahkan keadaan bahkan menyalahkan orang lain. Kekecewaan akan terasa berat karena ketidakikhlasan kita menerima kenyataan. Memaafkan dapat melegakan dan menenagkan perasaan karena berarti kita juga bisa menerima kekurangan orang lain sekaligus mematikan potensi mendendam. Keikhlasan dan kesabaran akan menuntun kita kepada kesadaran bahwa di suatu waktu dan di suatu tempat pasti ada yang terbaik untuk hidup dan hati kita. Yang penting kita terus berusaha untuk tidak kehilangan tongkat dua kali, sehingga tidak jatuh dua kali ke lobang yang sama.
5.      Berbicara kepada Tuhan sebagai Pencipta yang berkuasa membolak-balikkan hati kita.
Tuhan tak pernah meminta balasan, tempat curhat yang paling aman, nyaman dan penuh kejujuran. Mungkin kita baru bicara kepada-Nya ketika hati tak lagi mampu bertahan. Merengek meminta belas kasihan, memohon kemudahan, ketika kita kehabisan. Hanya karena satu masalah, kita merasa lelah. Pada satu masalah, kita sering menyerah. Tersungkur dalam tangis dan keluh yang panjang. Satu ujian, satu cobaan, bahkan satu peringatan pun sering membuat kita lalai, membiarkan hati kita tersiksa dalam rasa putus asa, dan mulut kita membisu untuk mengajak-Nya berbicara. Ketika Tuhan mengajak kita bicara dalam bahasa bencana, irama musibah dan bingkai masalah, barulah kita meminta, mendekat dan berbicara kepada Tuhan. Melalui tangis taubat dan permohonan, kita dapat meluruhkan keakuan, kesombongan dalam kesadaran akan ketidakberdayaan, menanti uluran tangan Tuhan. Kekuatan hati dan keyakinan pada Yang Mencipta inilah yang akan menjadikan kita tegar menghadapi masalah dan menyikapi segala bentuk kekecewaan. Kembalikan semua permasalahan kepada Pemilik Kehidupan. Tuhan lah sebaik-baik tempat meminta, penghabisan penyerahan dan kepasrahan diri, maka sertakanlah Tuhan dalam setiap langkah, berdoalah dalam setiap keadaan karena doa merupakan obat mujarab untuk melepaskan segala beban bahkan mampu mengubah keadaan. Semoga kita termasuk orang yang senantiasa menyadari kehadiran-Nya di setiap hela nafas kita.
6.      Beresin
Kalo memang masalah itu perlu diberesin dengan orang yang bersangkutan, ya beresin. Bicara dan jelasin secara baik-baik permasalahannya. Waktu bicara, jangan pake emosi, supaya jalan keluarnya bisa ditemukan.
7.      Positif thinking
Mungkin mereka juga nggak bermaksud tuk buat kamu kecewa. Mungkin Dia ijinkan terjadi untuk memproses kita jadi tambah baik lagi, tambah rendah hati, tambah murni motivasinya. Bukannya besi menajamkan besi dan manusia menajamkan sesamanya?
8.      Terima apa adanya
Supaya kita nggak mudah kecewa, terima orang itu apa adanya. Memang kita nggak bisa mengubah seseorang, makanya apa yang jadi kekurangan orang itu kita lengkapi dengan kelebihan kita. Tapi kalo dia memang salah, jangan sungkan untuk menegur. Itu tandanya kita juga sayang sama dia dan nggak mau orang itu jadi tambah ngaco.
9.      Sadar kalo kita juga pasti pernah berbuat salah
Sebenernya kita lagi sama-sama belajar untuk menjadi lebih baik lagi. Karena manusia nggak ada yang sempurna. Bukankah kita juga masih bisa mengecewakan orang lain juga?
10.  Forgiveness
Memaafkan itu obat yang paling manjur but penyakit kecewa ini. Tapi nggak cukup itu, lupain yang udah terjadi. Biarin aja toh itu sudah menjadi masa lalu. Kita nggak bisa ngubah masa lalu kan? Bukankah lebih baik kalo kita nggak Cuma mencari teman baik aja, tapi juga menjadi teman baik?
11.  Tentara terdepanmu adalah keikhlasan
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan……..” (QS. An Nisaa: 125)
Meminjam istilah dari sebuah artikel yang pernah penulis baca, Tentara Terdepanmu adalah Keikhlasan. Istilah ini sangat tepat karena memang keikhlasan adalah garda terdepan kita untuk menghadapi segala rintangan di jalan da’wah. Keikhlasan membuat kita tak kenal lelah dan tak kenal henti dalam menyampaikan Al Haq karena tujuan kita hanya satu, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika tujuan kita menyimpang kepada yang sifatnya duniawi, maka saat tujuan itu tak tercapai, kita akan mudah kecewa dan berbalik ke belakang. Bila berda’wah lantaran mengharapkan apa-apa yang ada pada manusia, berupa penghormatan, penghargaan, pengakuan eksistensi diri, popularitas, jabatan, pengikut dan pujian, maka hakekatnya kita telah berubah menjadi hamba manusia, bukan lagi hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kisah yang sangat menarik ketika Khalid bin Walid selaku panglima perang yang notabene sangat berjasa bagi kaum muslimin, tiba-tiba diturunkan jabatannya menjadi prajurit biasa, oleh Khalifah Umar bin Khattab. Namun Umar melakukan itu karena melihat banyaknya kaum muslimin yang mengelu-elukan kepahlawanan dan cenderung mengkultuskan Khalid, sehingga Umar khawatir hal itu akan membuat Khalid menjadi ujub (bangga diri), yang dapat berakibat hilangnya pahala amal-amal Khalid di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dan subhanallah…., Khalid tidak marah ataupun kecewa karena jabatannya diturunkan, bahkan ia tetap turut berperang di bawah komando pimpinan yang baru. Ketika ditanya tentang hal itu, Khalid menjawab dengan tenang, “Aku berperang karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan karena Umar. “
12.  Harus Tahan Beramal Jama’i
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada Tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai……” (QS. Ali Imran: 103)
Beramal jama’i itu jalannya tak selalu datar, ada kalanya mendaki, karena dalam beramal jama’i, kita akan menemui berbagai macam sifat manusia, berbagai pemikiran, fitnah dari luar, pun dari dalam. Namun bagaimanapun buruknya kondisi jamaah, tetap saja amal jama’i itu lebih baik dan lebih utama daripada sendirian. Ali bin Abi Thalib berkata, “Keruhnya amal jama’i, lebih aku sukai daripada jernih sendirian.“
Kekuatan utama kita adalah persatuan kaum muslimin. Sesungguhnya kekalahan kita saat ini bukanlah karena kehebatan bersatunya kaum kuffar, tetapi karena tidak bersatunya kaum muslimin. “Kejahatan yang terorganisir akan mampu mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir.”
Orang-orang yang memisahkan diri dan lari dari barisan da’wah, sesungguhnya tidak akan membuat barisan da’wah itu melemah atau kehilangan kader, justru barisan itu akan semakin solid dan kokoh karena mengindikasikan yang tergabung di dalamnya, tinggallah orang-orang yang teruji memiliki jiwa-jiwa pemersatu. Inilah sebuah sunnatullah yang senantiasa berlaku untuk membedakan antara loyang dan emas. Jadi, kita harus tahan beramal jama’i.
13.  Bermanfaat bagi orang lain
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Qudhy dari Jabir).
Bila kita melihat ukhuwah dalam barisan da’wah ternyata belum seindah seperti shirah yang kita baca, atau ternyata hijab di lembaga da’wah amat cair, maka adalah sangat wajar bila kita kecewa. Tetapi kekecewaan itu janganlah dipelihara, jangan justru membuat kita bersungut-sungut, menuntut lebih, berkeluh kesah, apatah lagi sampai memisahkan diri dari barisan. Mari ubah sudut pandang, dan kita tekankan bahwa segala kekurangan yang ada pada barisan da’wah adalah justru menjadi kewajiban kita untuk membenahinya. “Jangan banyak menuntut, jadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain.”
14.  Penuhi hak sesama muslim
a.      Saling menasehati. (QS. Al Ashr: 1-3)
Kekurangan dalam diri qiyadah, jundi, lembaga, manajemen, hendaknya disampaikan dalam bentuk nasehat. Untuk yang sifatnya pribadi - sebagai adab nasehat- adalah disampaikan tidak dalam forum, tetapi disampaikan pribadi, berdua saja, dalam rangka saling berpesan untuk nasehat menasehati dalam menetapi kesabaran. Karena bila kita memberi nasehat dihadapan orang banyak, maka itu sama saja dengan membuka aibnya dan menjatuhkannya, apalagi bila sampai melakukan sidang layaknya menghakimi terdakwa. Sangatlah tipis perbedaan antara orang yang ingin menasehati karena landasan kasih sayang, dengan orang yang menasehati karena sekaligus ingin membuka aib saudaranya, sehingga membuat diri yang dinasehati seakan lebih rendah, dari yang menasehati.
b.      Lemah lembut.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang salah satu ciri jundullah (tentara Allah), yaitu ”…….yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min………” (QS. Al Maidah: 54)
Jangan dengki. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Takutlah kamu semua akan sifat dengki sebab sesungguhnya dengki itu memakan segala kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (Riwayat Abu Daud dari Abi Hurairah)
1.      Jangan suudzon. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain………” (QS. Al Hujuurat: 12)
2.      Berendah Hatilah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. An Naml: 215)
3.      Jangan Berbantahan
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “…..dan Janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menjadikan kamu gentar, dan hilang kekuatanmu…….”(QS. Al Anfaal:46). Berbantah-bantahan sesama kita, padahal musuh di luar, sudah siap menerkam.
c.       Musuh terbesar kita adalah syetan
Musuh kita bukanlah seorang muslim, apatah lagi sesama aktivis. Musuh terbesar kita adalah iblis dan bala tentaranya. Mereka senantiasa akan merusak ukhuwah kita dari kiri, kanan, depan, dan belakang (QS. Al A’raf: 17). Hendaknya kita senantiasa ingat akan janji iblis untuk menyesatkan hamba-hamba-Nya (QS. Al Israa:62). Ini akan menjadi landasan kita untuk selalu menatap saudara kita dengan penuh kasih sayang karena boleh jadi saat saudara kita menyakiti kita, adalah lantaran banyaknya syetan di sekelilingnya yang terus menerus membisikinya untuk membenci kita, demikian pula sebaliknya, bisa jadi syetan menghembuskan prasangka-prasangka di dalam benak kita. Maka, mari kita jadikan syetan sebagai musuh bersama.
d.      Sukses da’wah bukanlah karena kehebatan kita
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Maka, bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka. Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar…” (Al Anfâl: 1)
Ayat ini menyatakan bahwa kemenangan dalam medan peperangan, pun dalam suksesnya da’wah, bukanlah karena kepintaran kita dalam membuat strategi da’wah, tetapi tak lebih karena pertolongan dari Allah. Jika tidak, maka apa bedanya kita dengan Qarun yang berkata, “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku…..” (QS. Al Qashash:78). Dan kita lihat bagaimana ending kehidupan dari Qarun yang ditenggelamkan Allah Subhnahu wa Ta’ala ke perut bumi.
e.       Mujahid itu teman kita sendiri
Mujahid dan mujahidah itu sesungguhnya ada di sekeliling kita, di dekat kita. Ya, bisa jadi mereka adalah teman-teman kita sendiri. Maka sangat aneh bila kita kerap kali menitikkan air mata saat ingat mujahid-mujahid di Palestina, Iraq, Chechnya, Afghanistan, dan lain-lain, tetapi dengan saudara-saudara mujahid di sesama lembaga saja, kita tidak bisa berlapang dada.
f.       Ingat Kematian
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Perbanyaklah kalian mengingat mati, sebab seorang hamba yang banyak mengingat mati, maka Allah akan menghidupkan hatinya, dan Allah akan meringankan baginya rasa sakit saat kematian.”
g.      Doakan di shalat malam kita
Doa adalah senjata orang-orang beriman dan bila kita mendoakan saudara muslim kita tanpa sepengetahuannya, maka para malaikat akan berkata, “untuk kamu juga…”. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, "Tidak seorang Muslim pun mendoakan kebaikkan bagi saudaranya sesama Muslim yang berjauhan melainkan malaikat mendoakannya pula. Mudah-mudahan engkau beroleh kebaikkan pula." (HR. Muslim)
15.  Pahami Puncak Masalah
Pahami puncak permasalahan yang menyebabkan kita kecewa, dengan   memahaminya maka kita mudah mencari jalan keluar atau solusinya.
16.  Pahami perasaan Kita
Alangkah baiknya jika kita juga memahami perasaan kita, coba hayati tekanan     yang kita hadapi sehingga mudah kita mengatasi rasa kecewa tersebut.
17.  Ikhlas dengan Perasaan Kita Sendiri
Hindari untuk menipu perasaan diri kita sendiri, karena adakalanya rasa kecewa  karena hal yang lain. Misal kita kecewa karena rekan kerja berhasil mencapai karir yang lebih tinggi tetapi sebenarnya kita kecewa karena rekan kita itu lebih cantik. Dalam contoh itu kita melihat bahwa kita menambah beban kecewa dengan perasaan kecewa mencapai karir itu bukan cuma lebih cantik. Coba hayati dengan tenang perasaan kita, puncak dari rasa kecewa tersebut.Pahami Puncak Kekecewaan
Selain memahami puncak
masalah, coba pahami juga puncak dari rasa kecewa tersebut. Apakah puncak kecewa tersebut selalu berulang-ulang kita alami? apakah ada salah dalam diri kita? dan sebagainya.
18.  Menghindarinya
Setelah mengetahui dan memahami puncak dari kekecewaan, coba memikirkan apakah hal-hal tersebut dapat dihindari di masa akan datang, sehingga kita masih dan bermankan memiliki harapan dan mencegah hal kecewa tersebut.
19.  Minta nasehat atau saran dari orang lain
Cobalah untuk meminta nasehat dari orang lain yang kita hormati dan sebaliknya jangan meminta nasehat dari orang yang kita benci atau yang sakitkan hati kita. Intinya adalah jangan menambah perasaan kecewa tetapi mengurangi rasa kecewa tersebut.
20.  Jangan memanjakan perasaan
salah satu obat mengatasi rasa kecewa adalah jangan memanjakan perasaan kita, hindari untuk terlalu membawa perasaan. Coba lakukan aktifitas lainnya yang dapat mengalihkan fikiran dari hal yang menyebabkan rasa kecewa.
21.  Biarkan Otak mengatasi Hati
Cobalah untuk menenangkan perasaan dengan pemikirian, jika kita menggunakan otak untuk mengatasi perasaan (hati) akan lebih mudah kita melihat jalan yang lebih lurus dan rasional. Biasanya pemikiran rasional akan dapat mengatasi rasa kecewa.
22.  Tingkatkan keyakinan diri
Rasa kecewa biasanya muncul ketika kita kurang percaya diri. Hal ini sangat berperan dalam munculnya rasa kecewa pada diri kita.











SUMBER